Selasa, 04 Mei 2021
kartikanews.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, menghargai upaya praperadian yang diajukan oleh Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (30/4/2021).
Gugatan itu dilakukan MAKI terkait dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dikeluarkan KPK terhadap pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim. Keduanya merupakan tersangka dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan kerugian negara mencapai Rp 4,58 triliun.
“KPK menghargai upaya praperadilan yang diajukan masyarakat dan berharap ada terobosan hukum baru, karena dari awal pun, KPK meyakini perkara BLBI-BDNI ini sudah cukup bukti dan faktanya memang dakwaan Jaksa KPK terbukti menurut hukum pada tingkat PN (Pengadilan Negeri) dan banding di PT (Pengadilan Tinggi) Jakarta,” ucap Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Senin (3/5/2021).
KPK, kata Ali, akan mengikuti proses praperadilan tersebut dan tetap berkomitmen melakukan kerja yang terbaik sesuai aturan hukum yang berlaku dalam penuntasan agenda pemberantasan korupsi.
“Walaupun sudah diatur dalam UU (Undang-Undang), KPK tidak mudah dalam memutuskan penghentian penyidikan dan kami berharap polemik mengenai hal ini dihentikan,” ucap Ali.
Ali mengatakan, saat ini, KPK fokus melanjutkan penyelesaian perkara pada tahap penyidikan perkara yang lain termasuk beberapa perkara yang telah dibuktikan di persidangan. KPK, kata dia, juga terus melakukan penyidikan pengembangan kasus terkait perkara yang para tersangkanya masih berstatus ke dalam daftar pencarian orang (DPO). Terkait perkara BLBI-BDNI tersebut, Ali mengaku KPK sudah maksimal berikhtiar dalam upaya penyelesaian perkara BLBI.
“Dalam sejarah KPK berdiri pun, kami pertama kali lakukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) ke MA (Mahkamah Agung) sekalipun beberapa bulan kemudian juga kembali ditolak MA,” ucap Ali.
Dalam perkara BLBI-BDNI ini, kata Ali, opsi yang diambil KPK dalam SP3 tersebut bukan berdasarkan tindak pidananya tapi karena adanya putusan akhir dari MA. Syarat unsur adanya perbuatan pidana penyelenggara negara tidak terpenuhi berdasarkan putusan akhir MA tersebut.
“Singkatnya, SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung), SN (Sjamsul Nursalim), dan ISN (Itjih Nursalim) dalam perkara ini masih dalam satu rangkaian peristiwa dan perbuatan yang sama, yang membedakan hanya pada peran dalam mewujudkan perbuatan tersebut,” kata Ali.
Ali menyebut, karena sudah ada putusan MA yang menyatakan peristiwa dan rangkaian perbuatannya sebagai materi penyidikan tersebut bukan tindak pidana sehingga tidak dapat dipaksakan untuk dilanjutkan dan dibawa ke peradilan pidana.
“Kami tegaskan perkara SN (Sjamsul Nursalim) dan ISN (Itjih Nursalim) ini bukan karena tidak selesai penyidikan dan tidak cukup bukti atau karena tersangkanya DPO yang tidak bisa ditemukan,” ujar dia.
Terkait peluang gugatan perdata sebagaimana ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), lanjut Ali, KPK berdasarkan UU tidak memiliki kewenangan dan legal standing sebagai penggugat melalui jalur perdata.
“Namun demikian, KPK dukung dan akan support data yang kami miliki terkait upaya yang akan dilakukan oleh Satgas BLBI,” kata Ali.
Sebelumnya, MAKI mendaftarkan gugatan praperadilan terhadap KPK atas perkara BLBI dengan tersangka Sjamsul Nursalim pada Jumat (30/4/2021). Adapun gugatan yang dilakukan MAKI tersebut terkait pemberian SP3 yang dikeluarkan KPK.
“MAKI daftarkan gugatan praperadilan tidak sahnya SP3 Sjamsul Nursalim perkara BLBI yang diterbitkan KPK,” Koordinator MAKI Boyamin Saiman saat dihubungi Kompas.com, Jumat.
sumber: kompas.com