Rabu, 11 Desember 2019
kartikanews.com–Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar merespons rencana Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang akan menghukum mati para koruptor. Menurutnya, hukuman mati tak akan membuat jera para koruptor.
“Hukuman mati tidak akan efektif untuk penjeraan. Buktinya hukuman mati (untuk pengedar) narkoba tidak menyurutkan pelakunya,” ujar Abdul Fickar saat dikonfirmasi, Selasa (10/12/2019).
Menurut Abdul Fickar, hal yang membuat koruptor jera bukanlah kematian, melainkan kehilangan banyak harta.
“Bagi tindak pidana korupsi itu bagaimana mengambil harta koruptor sebanyak-banyaknya atau memiskinkan koruptor. Dengan pendekatan aset recovery, semua akses napi koruptor harus ditutup agar jera,” katanya.
“Tidak boleh punya perusahaan, tidak boleh punya kartu kredit, tidak boleh jadi pimpinan perusahaan, dicabut hak politiknya. Ini akan lebih menjerakan ketimbang hukuman mati,” ucap Abdul Fickar menambahkan.
Menurut Abdul Fickar, rencana Jokowi untuk menghukum mati para koruptor tak sejalan dengan tindakan mantan Gubernur DKI Jakarta itu selama ini.
“Ya ini sikap yang ambivalen dan ambigu, tidak jelas arahnya. Jangan-jangan komitmen terhadap pemberantasan korupsi pun begitu, buktinya Pak Jokowi setuju UU KPK direvisi dan KPK dilemahkan,” ucapnya.
Buka Peluang Hukum Mati Koruptor
Sebelumnya, Presiden Jokowi tidak menutup kemungkinan adanya revisi Undang-undang yang mengatur tentang hukuman mati bagi koruptor. Asalkan, usulan tersebut datang dari rakyat.
“Itu yang pertama kehendak masyarakat,” kata Jokowi di SMK Negeri 57, Jakarta, Senin (9/12/2019).
Jokowi menyebut aturan yang mengatur tentang hukuman mati bagi koruptor bisa masuk dalam Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor.
“Itu dimasukkan (ke RUU Tipikor), tapi sekali lagi juga tergantung yang ada di legislatif,” ujarnya.
Saat menghadiri pentas Prestasi Tanpa Korupsi di SMKN 57 Jakarta, Jokowi mendapat pertanyaan seputar hukuman mati bagi koruptor. Pertanyaaan tersebut datang dari salah satu pelajar bernama Harli.
“Mengapa negara kita mengatasi korupsi tidak terlalu tegas? Kenapa nggak berani seperti di negara maju misalnya dihukum mati? Kenapa kita hanya penjara tidak ada hukuman tegas?” tanya Harli.
Jokowi langsung menjawab bahwa aturan hukuman mati sudah diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Akan tetapi, hukuman mati dalam UU tersebut hanya berlaku bagi koruptor bencana alam nasional.
“Kalau korupsi bencana alam dimungkinkan (dihukum mati). Misalnya, ada bencana tsunami di Aceh atau di NTB, kita ada anggaran untuk penanggulangan bencana, duit itu dikorupsi, bisa,” jelas Jokowi.
Mantan Wali Kota Solo ini menyadari, sejauh ini memang belum ada ketentuan hukuman mati bagi koruptor selain bencana alam.
sumber : liputan6.com