Selasa, 11 Februari 2020

Gedung MK (Rengga/detikcom)

kartikanews.com–Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) melakukan judicial review terhadap UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, jaksa tidak bisa memeriksa notaris tanpa izin Majelis Kehormatan Notaris (MKN). Padahal beleid serupa pernah dihapuskan MK.

Permohonan judicial review ini didaftarkan ke MK siang ini. PJI mengajukan judicial review atas Pasal 66 ayat 1 UU Nomor 2 Tahun 2014 yang berbunyi:

Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis kehormatan Notaris berwenang:
a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat- surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.

“Menyatakan ketentuan Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sepanjang frasa/kalimat ‘dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris’ bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” kata tim penasihat hukum PJI, Hasbullah, dalam siaran pers yang diterima detikcom, Senin (10/2/2020).

PJI menilai MKN memiliki kewenangan mutlak dan final untuk menyetujui atau tidak menyetujui pemanggilan notaris untuk hadir dalam pemeriksaan perkara yang menghambat proses penanganan perkara. Tidak hanya itu, bahkan penyidik, penuntut umum, ataupun hakim yang ditolak MKN dalam memanggil Notaris tidak dapat melakukan upaya hukum apa pun terhadap keputusan tersebut.

“Akhirnya frasa tersebut menjadikan notaris suatu profesi yang kebal hukum dan mempunyai kedudukan yang berbeda dari warga negara pada umumnya,” ujar Hasbullah.

Menurut PJI, frasa tersebut bertentangan dengan asas (equality before the law) bagi setiap warga negara Indonesia, tidak terkecuali notaris. Hal itu bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan:

Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Selain itu, Pasal 66 ayat (1) di atas materinya sudah dibatalkan MK lewat putusan nomor 49/PUU-X/2012 pada 26 Maret 2013. Menurut MK, materi tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

“Frasa tersebut sebagai telah menyulitkan Jaksa sebagai penegak hukum karena menjadikan syarat untuk terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris sebelum menghadirkan saksi/tersangka/terdakwa ke dalam suatu proses peradilan pidana, tentunya telah bertentangan dengan prinsip peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan sebagaimana telah diatur dengan tegas dalam Pasal 2 ayat (4) UU Kekuasaan Kehakiman,” pungkas Hasbullah.

sumber: news.detik.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

69 − = 64