Kamis, 20 Februari 2020

Ilustrasi Keluarga | unsplash.com/@irinamurza

kartikanews.com–Baru-baru ini kabar baru dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) jadi sorotan mengenai Rancangan Undang – Undang (RUU) tentang Ketahanan Keluarga yang diusung oleh lima anggota DPR lintas fraksi menjadi topik hangat. Mereka adalah Ledia Hanifia (PKS), Netty Prasetyani (PKS), Endang Maria Astuti (Golkar), Sodik Mujahid (Gerindra) dan Ali Taher (PAN).

Beberapa pasal menjadi sorotan publik. Termasuk pasal 25 tentang peran suami dan istri di dalam rumah tangga yang diatur hingga masuk ranah privat.

Sebelumnya, Wakil Ketua MPR Arsul Sani juga mengakui ada pasal kontroversi seperti pasal 25 tersebut.

“Ada yang menimbulkan kontroversi saya tahu, misalnya peran wanita, kewajiban istri, nah itulah yang saya kira pertemukan itu kan baru usulannya, belum tentu juga kemudian menjadi usulan dari pengusul itu ya nggak akan kemudian menjadi bunyi kalau UU disahkan,” katanya.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco pun menyebut pihaknya akan mencermati pasal-pasal kontroversial.

“RUU Ketahanan Keluarga itu adalah usulan perseorangan, bukan usulan dari fraksi, yang nantinya akan kita sama-sama cermati. Kita juga tidak ada pengen ada UU yang kemudian nanti menuai kontroversial yang menurut beberapa kalangan ada beberapa hal yang perlu dicermati,” katanya di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (19/2/2020).

Dasco berjanji akan mecermati pasal-pasal bermasalah atau yang menjadi sorotan publik.

“Kita sama-sama cermati dan sama-sama membuat daftar inventarisasi masalahnya,” ucapnya.

Anggota DPR Fraksi Gerindra Sodik Mujahid menjelaskan, semangat RUU tersebut adalah untuk perlindungan keluarga, dan ketahanan keluarga yang berkualitas. Isi RUU tersebut memang banyak membawa mulai dari pernikahan, kehidupan berkeluarga, hak asuh, dan sebagainya.

“Sedang dibahas di Baleg. Pendekatannya yaitu perlindungan keluarga, ketahanan keluarga, keluarga yang berkualitas,” ujar Sodik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 18 Februari 2020.

Dianggap Campuri Ruang Privat

ilustrasi/copyright unsplash.com/Kelly Sikkema

Diketahui, draf RUU Ketahanan Keluarga belakangan dihujani kritik di media sosial. RUU ini dinilai alat negara untuk mencampuri ruang-ruang privat warga negara.

RUU Ketahanan Keluarga sendiri menjadi bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2020. RUU ini telah menjalani proses harmonisasi pertama di Baleg DPR RI pada 13 Februari 2020.

Selain pasal 25, pasal lain yang disorot misalnya psal 32 di mana mengatur pelarangan surogasi untuk memperoleh keturunan. Bahkan dikenakan pidana pada Pasal 141 dan 142.

Pada RUU tersebut, juga terdapat larangan jual beli sperma dan larangan mendonor atau menerima donor sperma. Diatur dalam pasal 31 dan diatur juga pidananya dalam pasal 139 dan 140.

RUU ini juga mengatur seksualitas. Pada pasal 86, 87 dan 88 diatur keluarga dapat melaporkan penyimpangan seksual dan harus direhabilitasi. Penyimpangan seksual itu dijelaskan berupa sadisme, masokisme, homosex dan incest.

Peran Suami

Ilustrasi Suami Memasak (sumber: unsplash)

Peran suami, dalam RUU itu ada empat. Pertama, suami bertugas sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab menjaga keutuhan dan kesejahteraan keluarga. Suami juga harus melakukan musyawarah dengan seluruh anggota keluarga dalam menangani permasalahan keluarga.

Ketiga, suami wajib melindungi keluarga dari diskriminasi, kekejaman, kejahatan, penganiayaan, eksploitasi, penyimpangan seksual, dan penelantaran.

Keempat, suami harus melindungi keluarga dari praktik perjudian, pornografi, pergaulan, dan seks bebas, serta penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

Peran Istri

Ilustrasi/copyright shutterstock.com

Sementara, istri memiliki tiga tugas utama dalam ketahanan keluarga yakni urusan domestik keluarga. Pada Pasal 25 ayat (3) disebutkan kewajiban istri adalah wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. Kedua wajib menjaga keutuhan keluarga.

Ketiga wajib serta memperlakukan suami dan anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Singgung Soal LGBT

Ilustrasi Foto LGBT atau GLBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender). (iStockphoto)

berkilah RUU tersebut tidak mengatur hubungan privasi warga negara. Dia menyebut, misalnya homoseksual itu dianggap mengganggu masa depan umat manusia dalam basis keluarga.

“Maka selain diatur di UU lain, keluarga sebagai basic segalanya harus dilindungi. Sekali lagi keluarga adalah lembaga dasar. Semua etika moral perilaku dimulai dari keluarga. Kita harus menguatkan keluarga. Menguatkan mutu keluarga berkualitas, termasuk melindungi keluarga dari hal-hal semacam itu (homoseksual),” katanya.

Dia menjelaskan, hal demikian dinilai bertentangan dengan budaya Pancasila. Dia berdalih poin ini yang membedakan cara pandang Indonesia terhadap LGBT dengan negara barat.

“Dengan pendekatan normatif apakah bertentangan dengan budaya Pancasila? Dari dulu kan selalu didebatkan. Mohon maaf saya kira Pancasila berbeda mana ukuran-ukuran privacy dan bangsa. Mungkin di negara barat dianggap urusan pribadi. Tapi ketika masuk pancasila tidak pribadi lagi,” ucapnya.

sumber: liputan6.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

+ 35 = 42