Jumat, 11 September 2020

kartikanews.com — Kata ” anjay” sempat menjadi trending topic di Twitter sepekan lalu. Pasalnya, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mengeluarkan larangan resmi penggunaan kata “anjay” karena berpotensi dipidana.

Menanggapi fenomena itu, Doktor Ilmu Hukum Universitas Airlangga (Unair) Bambang Suheryadi mengatakan bahwa sikap Komnas PA terlalu berlebihan, mengingat kata ‘anjay’ sendiri bermakna multitafsir bergantung pada konteks penggunanya.

“Mengingat bahwa kata tersebut tidak mempunyai arti resmi di dalam KBBI. Jadi, yang dilarang oleh hukum adalah penggunaan kata ‘anjay’ apabila disampaikan dalam konteks kalimat yang maknanya mengandung unsur kekerasan,” papar dosen yang akrab dipanggil Suher, seperti dikutip dari laman Unair News.

Ia menjelaskan bahwa bentuk kekerasan yang disebutkan di dalam UU adalah kekerasan terhadap anak seperti dalam UU 17 Tahun 2016 di atas dan penghinaan atau pencemaran nama baik dalam Pasal 27 ayat (3) UU 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Pasal ITE itu menyebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik.

Penggunaan kata ‘anjay’ yang bertujuan untuk merendahkan martabat dan mengandung unsur kekerasan, kata dia, penuturnya berpotensi mendapat hukuman berdasar Pasal 80 jo Pasal 76 C UU 35 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak di mana pidana penjara paling lama adalah 3 tahun 6 bulan dan atau denda 72 juta rupiah.

Sementara apabila penggunaan ‘anjay’ dilakukan melalui media sosial, penutur akan mendapatkan hukuman sesuai Pasal 45 jo Pasal Pasal 27 ayat (3) Undang-undang 19 Tahun 2016 di mana pidana paling lama 4 tahun dan atau denda paling banyak 750 juta rupiah.

Penggunaan kata ‘anjay’, lanjut Suher, tidak mempunyai dampak hukum apabila tidak digunakan dalam konteks perbuatan yang dilarang Undang-Undang (UU) sebagaimana dalam pasal 76 C UU 35 tahun 2014 yang telah diubah menjadi UU 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

Isi pasal tersebut adalah setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruhlakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.

Suher berharap apabila hasil kajian ahli bahasa mengenai arti kata ‘anjay’ menunjukkan bahwa maknanya tidak baik, maka dia mengajak masyarakat untuk mengampanyekan agar tidak menggunakan diksi itu lagi.

Namun, jika memang artinya berbeda-beda bergantung konteks, maka dia berharap agar orang tua dapat memberikan bimbingan kepada anak-anak supaya lebih bijak dalam memilih kata saat berkomunikasi.

sumber: kompas.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

5 + 5 =