Kamis, 16 September 2021

Pengamat Politik Rocky Gerung memenuhi panggilan Penyidik Polda Metro Jaya terkait kasus penyebaran berita hoaks Ratna Sarumpaet, Selasa (4/12/2018).(Kompas.com/SHERLY PUSPITA)

kartikanews.com — PT Sentul City Tbk telah melayangkan tiga kali surat somasi terhadap Rocky Gerung untuk segera mengosongkan dan membongkar rumahnya di Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Ketiga somasi tersebut dilayangkan perseroan pada 28 Juli 2021, 6 Agustus 2021, dan terakhir 12 Agustus 2021.

Somasi berdasarkan kepemilikan yang sah atas bidang tanah bersertifikat SHGB Nomor B 2412 dan 2411 Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Sementara, Kuasa Hukum Rocky Gerung Haris Azhar mengeklaim, kliennya sudah tinggal di lokasi tersebut sejak tahun 2009 dan mendapatkannya dengan cara yang sah.

“Selama Rocky Gerung menguasai sejak tahun 2009 sampai dengan saat ini dan terdapat warga yang telah mengusasi secara fisik tanah tersebut sejak tahun 1960 tidak pernah ada klaim dari pihak manapun yang mengakui tanah tersebut adalah miliknya,” ujar Haris.

Haris menegaskan, Rocky juga memiliki surat keterangan tidak bersengketa yang ditandatangani Kepala Desa Bojong Koneng pada waktu itu.

Dalam suratnya, pemilik lama yakni Andi Junaedi menyatakan di bawah sumpah bahwa ia mempunyai garapan yang terletak di Blok 026 Kampung Gunung Batu RT 02 RW 11, Desa Bojong Koneng.

Lantas, bagaimana tanggapan ahli pertanahan atas sengketa ini?

Ahli Hukum Pertanahan Eddy Leks menjelaskan, secara umum Undang-undang (UU) Pokok Agraria Tahun 1960 jelas merujuk pada kewajiban setiap orang untuk melakukan pendaftaran hak atas tanah. Dari hak atas tanah yang didaftarkan, Pemerintah dalam hal ini Kantor Pertanahan (Kantah) akan memberikan tanda bukti berupa sertifikat tanah.

“Sertifikat berlaku sebagai alat pembuktian dan juga dilihat sebagai bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya,” ucap Eddy kepada Kompas.com, Selasa (14/9/2021).

Eddy kembali menegaskan, sertifikat merupakan satu-satunya dokumen kepemilikan terhadap hak atas tanah yang diterbitkan pemerintah. Oleh karena itu, keberadaan dokumen lain di luar sertifikat tanah tentu tidak bisa disamakan.

Menurutnya, ada banyak yurisprudensi yang mengatakan dokumen seperti surat petuk, letter C, kititir, maupun surat ukur tidak bisa dilihat sebagai bukti kepemilikan tanah, tapi sebagai bukti pembayaran pajak atau “bukti awal”.

“Dengan demikian, orang tersebut perlu mendukung bukti awal dengan bukti-bukti lain bahwa dia sungguh memiliki tanah tersebut,” lanjut Eddy.

Karena merupakan dokumen yang diterbitkan oleh pemerintah dan berlaku sebagai alat bukti yang kuat dan sempurna, maka perlu dilihat kebenaran sertifikat tersebut, kecuali ada bukti perlawanan lain yang kuat.

Jika betul ada perlawanan dari pihak lain berdasarkan dokumen selain sertifikat tanah, maka pihak yang melawan perlu mengajukan klaim atas hak-haknya melalui institusi pengadilan. Dalam persidangan, bukti-bukti perlawanan dapat diajukan oleh pihak yang merasa berhak atas tanah itu. Pada akhirnya, pengadilan akan memutuskan siapa sesungguhnya pemilik tanah berdasarkan bukti-bukti yang disampaikan dalam persidangan, baik dari penggugat maupun tergugat.

sumber: kompas.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

− 2 = 1