Kamis, 30 April 2020
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Pejuang Hak-hak Buruh berunjuk rasa di Alun-alun Serang, Banten, Sabtu (21/3/2020). Mereka menolak pengesahan RUU Omnibus Law dan mendesak Pemerintah untuk membatalkanya. ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/hp.(ANTARA FOTO/ASEP FATHULRAHMAN)
kartikanews.com — Pakar hukum dari Universitas Gajah Mada (UGM) Bambang Kesowo menyatakan, DPR dan pemerintah tak perlu membuat RUU Cipta Kerja dalam skema omnibus law jika tujuannya hanya untuk penyederhanaan perizinan dan kemudahan birokrasi.
“Kalau cuma kita mau melakukan kerja melalui penyederhanaan perizinan dan kemudahan berusaha, bikin saja undang-undang itu, tidak usah bicara omnibus,” kata Bambang dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/4/2020).
Menurutnya, omnibus law tidak berarti mencabut, menghapus, dan mengubah suatu undang-undang.
RUU Cipta Kerja, ia melanjutkan, sebaiknya dilanjutkan sebagai kerangka penyederhanaan perizinan dan kemudahan birokrasi.
“Kalau kita mau berpegang pada tujuan yang baik, kita buat saja UU Cipta Kerja silakan teruskan, tapi isi prinsip-prinsip saja,” paparnya.
“Mau menciptakan lapangan kerja dengan mempermudah perizinan, perizinan di bidang apa, bagaimana dipermudahnya, seberapa jauh, dan oleh siapa. Kalau kemudahan berusaha, kemudahannya apa saja dan seberapa jauh,” lanjut Bambang.
Dosen Pascasarjana Fakultas Hukum UGM itu menuturkan revisi undang-undang lainnya dapat dilakukan sendiri-sendiri.
Diketahui, omnibus law RUU Cipta Kerja terdiri atas pembahasan 79 undang-undang.
“Jadi ini ada UU Cipta Kerja, isinya konkret tentang prinsip-prinsip untuk tujuan dan menyatukan arah penyederhanaan perizinan dan kemudahan berusaha, tapi nanti implikasi dan elaborasi di dalam bentuk sesuai undang-undangnya tuangkan dalam bentuk UU yang bersangkutan,” ujar Bambang.
Bambang memahami bahwa pekerjaan DPR dan pemerintah akan menjadi berat.
sumber: nasional.kompas.com