Jumat, 24 Juli 2020
kartikanews.com — Sidang tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengungkap beberapa temuan mengejutkan. Mulai dari instruksi menghancurkan ponsel sampai menghilangkan riwayat transaksi saham.
Jaksa Penuntut Umum mencecar temuan ini kepada Moudy Mangkey, yang merupakan asisten dari Piter Rasiman, Direktur PT Himalaya Energy. Moudy mengetahui seluk beluk transaksi saham maupun reksa dana yang dimainkan oleh Joko Hartono Tirto, terdakwa kasus Jiwasraya yang juga sebagai Direktur di PT Maxima Integra. Dia pun mengakui, transaksi saham di antara Joko Hartono dengan Piter Rasiman dilakukan melalui dirinya.
“Biasanya begitu,” ucap Moudy Mangkey, dalam kesaksiannya, Rabu (22/7/2020) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta.
Jaksa Penuntut Umum mengkonfirmasi terkait adanya perintah dari Joko Hartono untuk menghancurkan ponsel yang dipakai Moudy dan membersihkan riwayat transaksi saham Jiwasraya di surat elektronik pada periode Desember 2009.
“Sekitar bulan Desember 2009, apakah saudara Joko Hartono Tirto pernah menginstuksikan kepada saudara untuk menghancurkan alat komunikasi berupa handphone? Membersihkan semua email?” kata Jaksa Penuntut Umum.
“Kalau untuk handphone iya pak, tapi untuk email setiap bulan memang kita bersihkan biar gak kepenuhan,” jawab Moudy Mangkey.
“Kenapa harus dihancurkan?” Jaksa turut mempertanyakan.
“Karena setiap hari ditanya terus sama Pak Joko, jadi saya jadi khawatir sendiri,” jawab Moudy.
Saksi lainnya menuturkan, melalui Moudy transaksi Jiwasraya melalui broker maupun perusahaan manajer investasi diarahkan, termasuk dengan harga dan volume saham yang sudah ditentukan.
“Untuk saham itu 90% informasinya dari Moudy,” kata Glenn Riyanto, Divisi Bisnis Development Trimegah Sekuritas.
Dalam kesaksian di sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebelumnya, Agustin Widiastuti, mantan Kepala Divisi Keuangan dan Investasi Jiwasraya periode 2011 dan 2014 juga pernah diinstruksikan oleh mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya untuk menghancurkan ponsel pada akhir 2018 lalu. Tujuannya, untuk menghilangkan jejak percakapan maupun komunikasi terkait transaksi pembelian saham Jiwasraya.
“Permintaan Syahmirman, biar gak ketahuan. Desember 2019, saya hancurkan lagi, kenapa? itu juga diminta Syahmirwan beserta nomornya,” begitu pengakuan Agustin di ruang sidang, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur, Senin (13/7/2020).
Dalam ponsel itu pula ada penggunaan nama samaran yang digunakan para terdakwa. Nama samaran ini diduga kuat untuk menghindari pelacakan saat berkomunikasi melalui layanan pesan singkat maupun telepon.
“Saya pakai nama samaran Rieke, Syahmirwan menggunakan nama samaran Mahmud. Heru Hidayat nama samarannya Pak Haji, Joko Hartono nama samaran Panda, Hary Prasetyo namanya Rudy dan Hendrisman Rahim nama samarannya Chief,” ujarnya.
sumber: cnbcindonesia.com