Jumat, 02 Oktober 2020

Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro. ANTARA

kartikanews.com — Juru bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro angkat bicara adanya pengurangan hukuman kasus korupsi dalam peninjauan kembali. Ia menjelaskan keberadaan lembaga Peninjauan Kembali yang diatur dalam perundang-undangan merupakan upaya hukum luar biasa yang dimaksudkan untuk mengoreksi dan memperbaiki kesalahan atau kekeliruan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

“Sebab, bukan tidak mungkin dalam putusan tersebut terdapat kesalahan atau kekeliruan yang merupakan kodrat manusia, termasuk hakim yang memeriksa dan memutus perkara,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis 1 Oktober 2020.

Merujuk Pasal 263 ayat (2) KUHAP, ada tiga alasan yang dapat dijadikan dasar terpidana atau akhli warisnya untuk mengajukan PK, yakni ada “novum”; ada pertentangan dalam putusan atau antar putusan satu sama lain; atau ada “kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata.

“Apabila terpidana atau akhli warisnya mengajukan permohonan PK dengan mendalilkan alasan-alasan atau salah satu alasan yang dimaksud dan menurut MA dalam pemeriksaan PK bahwa alasan tersebut cukup beralasan dan terbukti, maka tentu MA dapat mengabulkan,” katanya.

Berkaitan beberapa alasan pengurangan hukuman itu, menurut Andi, terjadi seperti Pemohon PK/Terpidana si A berkeberatan karena sama sama berbuat – kualitas perbuatan sama – dengan Terdakwa lain si B yang pemeriksaan perkaranya terpisah dengan si A, tetapi hukuman yang dijatuhkan berbeda. Si A dijatuhi hukuman 7 tahun sedangkan si B dipidana 3 tahun.

“Apakah salah MA kalau hukuman si A diserasikan atau diperbaiki / dikurangi menjadi 5 tahun,” katanya.

Selain itu, juga terpidana yang sudah memulihkan atau sebagian besar telah mengembalikan kerugian keuangan negara.

“Apakah salah kalau MA dalam tingkat PK mengurangi hukumannya secara proporsional sesuai Penjelasan Pasal 4 UU PTPK yang menyatakan, pengembalian kerugian keuangan negara dapat dipertimbangkan sebagai keadaan yang meringankan,” ucapnya.

Ia melanjutkan, setiap putusan hakim wajib mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Hal ini juga sering dijadikan pertimbangan majelis hakim PK sehingga mengurangi hukuman Terpidana.

“Misalnya peran terpidana hanya membantu dia bukan pelaku utama. Sementara pidana yang dijatuhkan dinilai terlampau berat,” ucapnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyesalkan hukuman mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dikurangi dalam peninjauan kembali. Mahkamah Agung memangkas hukuman Anas Urbaningrum dari 14 tahun menjadi 8 tahun penjara di tingkat PK. Anas bukan satu-satunya napi korupsi yang diberi hadiah oleh MA. KPK mencatat belakangan ini terdapat 22 terpidana korupsi yang mendapatkan pengurangan hukuman dari Mahkamah Agung di tingkat PK.

“KPK telah melaksanakan tugas dan pekerjaannya, biar masyarakat saja yang menilai makna rasa keadilan dan semangat pemberantasan korupsi dalam putusan peninjauan kembali tersebut,” kata Nawawi lewat keterangan tertulis, Kamis, 1 Oktober 2020.

sumber: tempo.co

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

53 − 51 =