Selasa, 10 November 2020

kartikanews.com — Djoko Tjandra memberikan keterangan berbeda perihal pihak yang mencetuskan ide awal permohonan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membantu dirinya bebas dari vonis 2 tahun penjara dalam kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali.
Djoko Tjandra mengatakan pihak yang mencetuskan fatwa MA adalah Andi Irfan Jaya dan Anita Kolopaking. Sedangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Djoko Tjandra nomor 8 saat penyidikan, yang mencetuskan fatwa MA adalah Pinangki Sirna Malasari dan Rahmat.
“Yang memunculkan ide itu siapa (fatwa MA)?,” tanya jaksa penuntut umum KMS Roni, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (9/11).
“Secara konkret pada 25 November (2019),” jawab Djoko Tjandra.
“Bukan tanggal saya tanya, orangnya siapa?,” timpal Roni.
“Andi Irfan Jaya dan Anita,” jawab Djoko Tjandra.
“Nah, di dalam BAP saudara nomor 8 ini yang memunculkan ide fatwa MA adalah Rahmat dan Pinangki,” kata Roni.
Roni menuturkan pembahasan fatwa MA terjadi pada saat pertemuan tanggal 12 November 2019 di gedung The Exchange 106, Kuala Lumpur, Malaysia. Di sana hadir Djoko Tjandra, Rahmat, Anita dan Pinangki.
Sebagaimana keterangan BAP, pertemuan tersebut untuk membahas permohonan fatwa dari MA yang bisa mengembalikan Djoko Tjandra ke Indonesia tanpa dieksekusi lebih dulu atas kasus korupsi yang menjeratnya.
Hanya saja, Djoko Tjandra dalam persidangan mengaku tidak mengingat lagi keterangan dalam BAP yang dibacakan oleh jaksa tersebut.
“Wah, saya sudah enggak mengingat lagi,” kata Djoko.
Begitu pun dengan pertemuan tanggal 19 November 2020, Djoko menyatakan tidak ada pembahasan mengenai fatwa MA.
“Seperti yang saya katakan tanggal 12 (November 2019) itu kita enggak berdiskusi lebih jauh, kecuali hanya berkenalan dan saya jelaskan mengenai duduk perkara. Enggak ada lebih dari itu,” ujar Djoko Tjandra.
Pinangki, mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, diadili atas tiga dakwaan berbeda.
Jaksa menyatakan Pinangki telah menerima uang sebesar US$500 ribu dari Djoko Tjandra. Uang itu dimaksudkan untuk membantu pengurusan fatwa MA melalui Kejaksaan Agung agar pidana penjara yang dijatuhkan ke Djoko Tjandra selama 2 tahun tidak dapat dieksekusi.
sumber: cnnindonesia.com