Senin, 02 Desember 2019
kartikanews.com–Akhir-akhir ini kasus pelanggaran kode etik advokat semakin sering muncul menjadi sorotan media massa. Tidak sedikit advokat yang seharusnya menegakan keadilan justru melakukan pelanggaran hukum dalam perkara yang ditangani. Persoalan ini tentunya berakibat negatif terhadap citra profesi tersebut. Padahal, terdapat juga istilah advokat merupakan profesi mulia.
Maraknya persoalan ini mendapat perhatian khusus dari para dekan Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Negeri (FH PTN) yang tergabung dalam Badan Kerja Sama Dekan (BKSD) FH PTN Se-Indonesia. Dalam Rapat Nasional BKS Dekan FH PTN Se-Indonesia, perguruan tinggi memiliki peran penting membentuk karakter lulusannya yang bekerja sebagai advokat maupun penegak hukum lainnya dengan menjaga kode etik saat menjalankan tugasnya.
Ketua BKSD FH PTN Se-Indonesia, Farida Patitinggi, mengatakan penyusunan kurikulum pendidikan tinggi yang menjawab perkembangan zaman sangat diperlukan agar ilmu yang dipelajari selama kuliah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kurikulum tersebut tidak hanya mengajarkan ilmu hukum, tapi juga perlu menanamkan nilai-nilai moralitas.
“Perguran tinggi perlu mendesain kurikulum agar pemahaman teoritis sesuai dengan praktis. Dalam moot court kami tanamkan nilai-nilai kepada mahasiswa mengenai etika untuk mengetahui mana hal yang tidak boleh dilakukan. Jangan sampai nanti saat mereka berprofesi sebagai penegak hukum, khususnya advokat memperdagangkan atau melakukan tindakan transaksional (pelanggaran hukum) pada profesinya,” jelas Farida dalam acara Rapat Nasional BKSD FH PTN Se-Indonesia di Universitas Indonesia, Depok, Jumat (29/11).
Dia menambahkan dosen sebagai penyampai ilmu pengetahuan memiliki peran penting menanamkan nilai-nilai moralitas kepada mahasiswa. Selain itu, penguatan kelembagaan antar perguruan tinggi juga diperlukan untuk meningkatkan kualitas sarjana hukum di Indonesia. Kondisi saat ini kualitas lulusan sarjana hukum masih belum merata.
“Selama ini sudah bagus tapi masih tercerai-berai. Sudah ada yang sangat bagus seperti UGM, UI, Undip, Unpad namun di pinggir-pinggir wilayah Indonesia masih belum. Kami ingin ada standar kualitas secara bersamaan dalam pengembangan kurikulum,” jelas Farida.
Persoalan lain, Dekan FH Universitas Gadjah Mada, Sigit Riyanto mengatakan pentingnya pendidikan tinggi hukum mengajarkan moral kepada mahasiswa sejak awal. Menurutnya, hal tersebut untuk memberi pemahaman kepada para mahasiswa mengenai profesi hukum secara praktis.
“Penting ketika belajar di fakultas hukum harus sejak dini belajar moral dilema. Mereka (mahasiswa) harus diajarkan membuat pilihan-pilihan. Ini untuk menyeimbangkan antara teori dengan praktik,” jelas Sigit.
Sigit menambahkan saat ini profesi advokat juga memiliki tantangan berat karena harus bersaing dengan advokat asing.
“Pendidikan hukum saat ini tantangan berat bukan hanya dituntut berkualitas tapi harus mampu bekerja secara global. Advokat yang ada di Indonesia bukan hanya lulusan dalam negeri tapi mereka berasal dari luar. Mereka harus mampu berkompetisi dengan foreign lawyer,” jelas Sigit.
sumber : hukumonline.com