Selasa, 11 Mei 2021
kartikanews.com — Penagih utang (debt collector) yang menarik kendaraan secara paksa dari pemilik yang sah adalah perbuatan pidana.
Hal ini disampaikan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus.
Dia menjelaskan jika ada penagih utang melakukan aksi tersebut dapat disangkakan melakukan perbuatan tidak menyenangkan di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 335 ayat 1 dengan pasal berlapis Pencurian dengan Kekerasan (Pasal 365 jo Pasal 53 KUHP).
“Ancaman hukumnya sembilan tahun penjara,” kata Yusri saat konferensi pers di Markas Polres Jakarta Utara, Senin (10/5).
Dia mencontohkan 11 debt collector yang viral di media sosial beberapa waktu lalu juga ditahan di sel Polres Metro Jakarta Utara dan ditetapkan menjadi tersangka usai melakukan penarikan kendaraan secara paksa dari pemilik kendaraan yang sah.
Yusri mengatakan mereka adalah pelaku video viral dengan narasi debt collector mengerubuti mobil yang dikendarai bintara pembina desa (Babinsa) Sersan Dua Nurhadi di depan Tol Koja Barat pada Kamis (6/5) sekitar pukul 15.00 WIB.
“Sebanyak 11 orang dan perannya masing-masing yang sekarang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan,” kata Yusri.
Adapun sebagai pemimpin dalam kelompok debt collector yang viral tersebut adalah HEL (28). HEL memberitahukan kepada rekan-rekannya di antaranya DS (35), HHL (27), HRL (25), GL (37), JFT (21), GYT (25), dan Y A K (22) untuk membantu proses penarikan mobil jenis Honda Mobilio nomor registrasi B 2638 BZK warna putih di Kelurahan Semper Timur, Koja, Jakarta Utara.
Pembiayaan mobil tersebut telah menunggak selama delapan bulan usai pembelian secara kredit diajukan pemilik mobil kepada perusahaan pembiayaan berinisial PT CF.
PT CF kemudian memberi surat kuasa kepada perusahaan berinisial PT ACK untuk menarik lagi mobil tersebut. Yusri menyebut ke-11 orang tersebut sebagai preman karena melakukan penarikan kendaraan yang menunggak cicilan tanpa dibekali sertifikasi profesi sebagai penagih pembiayaan (SPPP).
“Ini preman-preman semuanya, tidak sah. Ini mereka ilegal semuanya, tidak punya kekuatan hukum. Ingat, ini negara hukum,” tegas Yusri.
“Walaupun surat kuasa ada tapi tidak memiliki klasifikasi, keahlian, tidak memiliki dasar-dasar, SPPP-nya tidak ada sama sekali. Jadi itu ilegal,” kata dia.
sumber: republika.co.id