Rabu, 15 Juli 2020
kartikanews.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi disahkannya RUU Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara Republik Indonesia dengan Konfederasi Swiss menjadi undang-undang.
“KPK menghargai pengesahan tersebut. Semoga bisa berkontribusi pada penegakan hukum sesuai ruang lingkup MLA (mutual legal assistance/bantuan hukum timbal balik),” kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango, Selasa (14/7/2020).
Namun, Nawawi mengingatkan, aparat penegak hukum tetap dituntut profesional dan ahli dalam hal upaya pengembalian aset hasil korupsi.
Menurut Nawawi, dengan adanya perjanjian mutual legal agreement (MLA) itu, dasar hukum kerja sama internasional memang menjadi lebih kuat tetapi kapasitas penegak hukum tetap jadi faktor utama.
“Terkait upaya pengembalian aset hasil korupsi dan prinsip dari MLA (mutual legal assistance), penegak hukum di Indonesia tetap dituntut profesionalitas dan keahliannya untuk memetakan keberadaan alat bukti, memetakan keberadaan aset di dalam dan luar negeri,” ujar Nawawi.
Terkait perampasan aset, Nawawi menambahkan, hal yang kini dibutuhkan oleh KPK adalah undang-undang tentang perampasan aset serta pengaturan sejumlah tindak pidana korupsi sesuai Konvensi Antikoripsi PBB.
Nawawi mengungkapakan, beberapa aturan korupsi yang sudah berlaku di dunia namun belum berlaku di Indonesia antara lain perdagangan pengaruh (trading in influence). Kemudian, peningkatan kekayaan secara tidak sah, korupsi di sektor swasta, suap kepada pejabat publik asing.
DPR RI mengesahkan RUU tentang Pengesahan Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana Antara Indonesia dan Konfederasi Swiss. Pengesahan itu ditetapkan dalam rapat paripurna DPR yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/7/2020). Rapat dipimpin Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menjelaskan, Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik RI-Swiss itu, antara lain mengatur bantuan pelacakan, penghadiran saksi, hingga permintaan dokumen, rekaman dan bukti.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly berharap perjanjian bantuan hukum ini dapat meningkatkan efektifitas kerja sama pemberantasan tindak pidana yang bersifat transnasional, meliputi tindak pidana korupsi, pencucian uang, dan fiskal.
“Perjanjian ini juga memuat fitur-fitur penting yang sesuai dengan tren kebutuhan penegakan hukum, sehingga dapat diharapkan menjawab tantangan dan permasalahan tindak pidana yang dihadapi oleh kedua negara,” kata dia.
sumber: kompas.com