kartikanews.com — Awalnya perlindungan terhadap keberadaan saksi dan korban kurang diperhitungkan di mata hukum. Akibatnya, keselamatan baik untuk dirinya sendiri maupun keluarga pada kasus tertentu menjadi taruhannya atas kesaksian yang mereka berikan. Dalam hal ini, keberadaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menjadi sangatlah penting.
Pada 11 Agustus 2006, pemerintah menekan Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2006 yang kemudian menjadi cikal berdirinya LPSK. Melansir laman resmi LPSK, lembaga yang bersifat independen ini bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada saksi dan korban dalam sistem peradilan pidana.
Adapun bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan LPSK kepada saksi dan korban tertuang dalam sejumlah pasal di UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Beberapa pasal tersebut di antaranya Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9, dan Pasal 10. Dirangkum Tempo, berikut tiga bentuk kategori perlindungan LPSK kepada saksi dan korban:
1. Perlindungan Fisik dan Psikis
Perlindungan berupa fisik dan psikis terhadap saksi maupun korban ini selanjutnya diuraikan dalam bentuk-bentuk yang lebih spesifik. Di antaranya meliputi pengamanan dan pengawalan, penempatan di rumah aman, mendapat identitas baru, bantuan medis dan pemberian kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan, serta bantuan rehabilitasi psiko-sosial.
2. Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum terhadap saksi adalah jaminan dari undang-undang guna memberikan rasa aman kepada saksi dalam memberikan keterangan pada proses peradilan pidana. Dengan begitu, seseorang saat menjadi saksi tidak akan terganggu baik keamanan maupun kepentingannya. Dalam memberikan perlindungan hukum, LPSK berpegang pada prinsip penghargaan harkat dan martabat manusia, rasa aman, keadilan, tidak diskriminatif, dan kepastian hukum.
3. Pencabutan Hak Prosedural Saksi
Dalam pencabutan hak prosedural saksi, LPSK akan memberikan pendampingan berupa pencarian penerjemah, pemberian informasi mengenai perkembangan kasus, dan penggantian biaya transportasi kepada saksi dan korban. Selain itu, mereka juga mendapat nasihat hukum, bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan, dan lain sebagainya sesuai ketentuan Pasal 5 UU Nomor 13 Tahun 2006.
Selain ketiga bentuk perlindungan di atas, dilansir dari sebuah jurnal berjudul “Peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dalam Memberikan Perlindungan Hukum terhadap Saksi dan Korban”, korban kejahatan juga berhak mengajukan restitusi dan kompensasi ke LPSK. Restitusi merupakan ganti rugi yang harus dibayarkan oleh pelaku kejahatan, sementara kompensasi dibayarkan oleh negara.
sumber: tempo.co