Kamis, 18 Februari 2021
kartikanews.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo maupun mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara telah melakukan perbuatan keji dengan melakukan korupsi pada saat rakyat kesusahan di masa pandemi.
Menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana, dua mantan pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kabinet Indonesia Maju itu pantas dijatuhi hukuman seberat-beratnya, termasuk pidana mati.
Wacana soal pidana mati untuk Edhy dan Juliari itu kembali mencuat setelah Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkum HAM) Edward Omar Sharif Hiariej menilai dua eks nayaka itu memenuhi unsur Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Namun, sejauh ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menjerat Edhy maupun Juliari dengan Pasal 2 Ayat 2 UU Pemberantasan Tipikor yang membuat ancaman hukuman mati.
“Penting untuk dijadikan catatan, dua orang penyelenggara negara tersebut tidak atau belum disangka dengan pasal tentang kerugian negara, melainkan baru terkait penerimaan suap atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata Kurnia dalam keterangannya, Rabu (17/2).
Namun, ICW justru mengkritisi penerapan hukuman mati. Pertama, hukuman mati bagi pelaku korupsi bertentangan dengan hak asasi manusia.
Kedua, sampai saat ini belum ditemukan korelasi konkret antara penerapan hukuman mati dengan penurunan jumlah perkara korupsi di suatu negara. Meski KPK tidak menggunakan pasal hukuman mati, ICW menilai keduanya bisa saja dihukum dengan sangat berat.
“ICW beranggapan pemberian efek jera kepada pelaku kejahatan korupsi lebih tepat jika dikenakan kombinasi hukuman berupa pemidanaan penjara maksimal atau seumur hidup serta diikuti pemiskinan koruptor atau pengenaan uang pengganti untuk memulihkan kerugian keuangan negara atau menjerat pelaku dengan Undang-Undang Antipencucian Uang,” kata dia.
sumber: jpnn.com