Kamis, 10 Desember 2020
kartikanews.com — Mahkamah Agung (MA) memangkas pidana penjara terpidana koruptor kredit usaha rakyat (KUR) Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Cimahi Novi Harianti dari 3 menjadi 1 tahun penjara. Salah satunya karena tidak hati-hati alias lalai.
Dalam salinan putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor: 240 PK/Pid.Sus/2020, majelis hakim PK yang dipimpin Salman Luthan dengan anggota Abdul Latif dan Sofyan Sitompul mengungkapkan sejumlah pertimbangan.
Pertama, putusan majelis hakim tingkat pertama dalam pertimbangan hukumnya menyatakan Novi selaku Kepala Cabang Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Cimahi pada 2011 telah memberikan persetujuan proses permohonan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diajukan oleh Thomas Lie selaku Direktur PT My Salon Internasional.
Permohonan tersebut diproses oleh Nenden Sri Rahayu selaku Manager Marketing BSM Cabang Cimahi sebanyak 13 calon nasabah dan diketahui serta disetujui Novi. Kemudian, telah dilakukan proses pencairan KUR masing-masing sebesar Rp500 juta untuk 13 calon nasabah.
Persetujuan tersebut menjadi tugas dan tanggung jawab Novi sebagai perintah adanya perjanjian kerjasama untuk penyaluran pembiayaan KUR ke BSM Pusat dan PT My Salon Internasional dengan Hanawijaya mewakili PT Bank Syariah Mandiri dan Thomas Lie selaku Direktur PT My Salon Internasional.
Kedua, adapun putusan majelis hakim tingkat banding dalam pertimbangannya menyatakan bahwa 23 nasabah penerima kredit yang dimohonkan oleh para debitur yang beriktikad tidak baik yang dimohonkan KUR ke BSM Kantor Cabang Cimahi, kemudian Novi membuat surat perintah pencairan pembiayaan untuk 23 nasabah fiktif tersebut. Padahal kenyataannya proses pencairan 10 nasabah pada tahun 2012 dibuat dan diperintah serta disetujui oleh Siti Syarifah selaku Kepala Cabang BSM Cabang Cimahi tahun 2012 dan bukan oleh Novi.
“Karena itu putusan judex facti a quo telah bertentangan satu dengan yang lainnya sehingga merupakan suatu kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata,” tegas majelis hakim PK dalam pertimbangan putusan, sebagaimana dikutip SINDOnews di Jakarta, Rabu (9/12/2020).
Ketiga, pertentangan lainnya antara pertimbangan substansi hukum dan amar putusan majelis hakim pengadilan tingkat banding yaitu, bahwa terpidana dalam hal ini Novi telah menyebutkan kredit telah dibayar lunas oleh Thomas Lie. Dengan demikian tidak ada lagi kerugian keuangan negara, tapi berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tidak menghapuskan dipidananya pelaku tipikor.
Menurut majelis hakim agung PK, fakta tersebut seharusnya menjadi hal pertimbangan yang meringankan bagi Novi. Akan tetapi kenyatannya dalam amar putusan majelis hakim pengadilan banding memperberat hukuman pemidanaan dengan pidana penjara menjadi 3 tahun.
“Tanpa dengan pertimbangan hukum yang tepat dan benar menurut hukum adalah merupakan suatu kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata,” bunyi pertimbangan dalam PK.
Keempat, sesuai fakta hukum dipersidangan berupa keterangan Thomas Lie dan Denny Cahyanto bahwa Thomas Lie telah melakukan pembayaran lunas seluruh kewajiban pembiayaan KUR dari 23 end user mitra My Salon Internasional sebesar Rp7,659 miliar. Pembayaran tersebut telah dinyatakan lunas oleh BSM Cabang Cimahi pada 2015 atau sebelum jatuh tempo.
Pembayaran tersebut sebagaimana diatur dalam perjanjian tersebut dan sesuai bukti-bukti Surat Keterangan Lunas (SKL) dari BSM Kantor Cabang Cimahi. Dengan demikian, menurut majelis hakim agung PK, tidak ada lagi kerugian keuangan negara sehingga bukan merupakan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana butir 9 Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pemberlakuan Hasil Rumusan Pleno Kamar Mahkamah Agung.
“Bahwa lagi pula dalam perkara tersebut, adanya kurang pengawasan dan kurang kehati-hatian Terpidana terhadap proses pemberian kredit yang diberikan kepada 23 end user mitra PT My Salon. Terpidana tidak mengecek ulang hasil survey yang dilakukan oleh bagian Marketing Manager, pelaksana Marketing Support, dan Account Officer,” ujar majelis hakim.
sumber: sindonews.com