Kamis, 16 Januari 2020
kartikanews.com–Kasus pembunuhan begal oleh pelajar berinisial ZA memasuki sidang perdana pada Selasa (14/1/2020) dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Dalam persidangan yang berlangsung tertutup karena pelaku merupakan anak di bawah umur, ZA diwakili oleh tim kuasa hukum dengan Bhakti Riza Hidayat selaku koordinator. Usai 2 jam sidang digelar di Ruang Sidang Tirta/ Anak PN Kepanjen, Bhakti memaparkan jika kliennya didakwa dengan empat pasal sekaligus.
“Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman kurungan penjara seumur hidup, pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian dengan ancaman maksimal 7 tahun penjara, pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dengan ancaman maksimal 15 tahun kurungan penjara, dan pasal 2 ayat 1 Undang-undang darurat nomor 12 tahun 1951 tentang membawa senjata tajam tanpa izin,” tuturnya.
Atas dakwaan itu, tim kuasa hukum ZA bakal mengajukan eksepsi (keberatan) pada sidang berikutnya. Menurutnya, eksepsi ini sudah melalui berbagai pertimbangan, terutama karena ZA dianggap tidak melakukan semua hal yang didakwakan dalam persidangan seperti pembunuhan berencana, penganiayaan yang menyebabkan kematian, pembunuhan, maupun kedapatan membawa sajam secara ilegal.
“Menurut anggapan kami, faktanya kan ZA hanya melakukan upaya membela diri. Bukan pembunuhan apalagi melakukan rencana pembunuhan. Kalau terkait adanya pisau (yang digunakan membunuh pelaku begal), sudah dijelaskan oleh pihak sekolah ZA jika itu digunakan untuk pembuatan ketrampilan di sekolah. Ini ada keterangan resmi dari pihak guru,” katanya.
Bhakti juga menilai jaksa yang menyampaikan fakta persidangan terkesan terpotong dengan tidak menyampaikan sebab akibat mengapai sampai terjadi proses pembunuhan pelaku begal. Untuk itu, ia dan tim kuasa hukum ZA akan berupaya maksimal agar majelis hakim bisa mengambil keputusan sesuai pasal 49 dan 50 KUHP, yakni tentang pembenaran dan pemaaf.
“Di pasal 49 dan 50 itu menjelaskan tentang tindak pidana yang tidak bisa dipidanakan. Termasuk ketika dia mempertahankan kesusilaan dan harkat martabatnya. Padahal dia melakukan itu karena ada kondisi memaksa, istilahnya overmacht. Saat kejadian, ZA sudah menyerahkan barang berharga miliknya, HP dan sepeda motor. Tapi saat pelaku hendak menyetubuhi temannya, ZA akhirnya terpaksa memberikan perlawanan,” imbuhnya.
Bhakti berharap majelis hakim bisa mengabulkan eksepsi yang mereka ajukan dalam proses persidangan lanjutan. Apalagi kasus ini dijadwalkan harus tuntas sebelum pertengahan Februari 2020.
“Kemungkinan seminggu sekali ada 2 atau 3 kali sidang, ini dilakukan karena untuk mensiasati keterlambatan kepolisian saat menyerahkan berkasnya ke kejaksaan,” paparnya.
Untuk itu, ia berencana menghadirkan beberapa saksi di sidang lanjutan nanti, di antaranya saksi ahli dari Universitas Brawijaya dan beberapa warga di lokasi kejadian saat pembunuhan begal tersebut terjadi.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, ZA (17 tahun) diamankan aparat Polres Malang pada 10 September 2019 silam atas dugaan kasus pembunuhan pelaku begal bernama Misnan alias Grandong. Kepada polisi, ZA mengaku terpaksa membunuh Misnan menggunakan pisau yang tersimpan di jok sepeda motornya lantaran merasa terancam.
Menurut pelajar kelas XII SMA di Kabupaten Malang tersebut, pembunuhan begal itu adalah aksi membela diri karena Misnan dan ketiga temannya berusaha menodai teman perempuan yang diboncengnya, bahkan meski ia sudah menyerahkan ponsel dan sepeda motor seperti diminta kawanan pelaku.
sumber : timesindonesia.co.id
koq bisa didakwa pembunuhan berencana??