Sekda Riau, SF Hariyanto kepada wartawan memperlihatkan tas milik istrinya usai viral di media sosial sang istri pamer hidup mewah, Senin (20/3/2023).(Dok. Sekda Riau)

kartikanews.com — Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Riau SF Hariyanto dan Pejabat (Pj) Bupati Bombana, Sulawesi Tenggara, Burhanuddin kompak mengaku bahwa tas branded yang dikenakan istri mereka merupakan barang KW atau tiruan. Keduanya sama-sama mengaku bahwa tas branded yang menjadi sorotan warganet itu dibeli di Mangga Dua, Jakarta.

“Untuk tas salah satu brand yang disebutkan seharga ratusan juta, itu sangat tidak benar. Karena itu barang KW dan dibeli dengan harga berkisar antara Rp 2 juta sampai dengan Rp 5 juta di toko lorient_second lantai satu Mangga Dua Jakarta,” kata Haryanto, dikutip dari Kompas.com Senin (27/3/2023).

Hal yang sama juga diakui oleh Burhanuddin. Dia mengklaim tas Prada Milano, Saint Laurent, Gucci, hingga Dior, milik istrinya merupakan barang KW.

“Tas-tas istri saya yang diviralkan itu semua KW. Merek tas branded punya istri saya itu dibeli di Pasar Mangga Dua, lorong Hongkong harga Rp 3 juta,” ungkapnya.

Sebelumnya, tas branded milik istri kedua pejabat itu menjadi sorotan publik usai diungkap oleh pemilik akun @Partai Socmed dan Tiktok @putrahedonis di media sosial. Lantas, apakah membeli barang KW diperbolehkan berdasarkan aturan hukum di Indonesia?

Penjelasan pakar

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, konsumen yang membeli barang KW tidak melanggar hukum.

“Yang jadi masalah itu jika barang KW diproduksi oleh produsen lain dan produsen aslinya keberatan,” terangnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (29/3/2023).

Hal serupa juga disampaikan oleh Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno.

Menurut Agus, penggunaan barang KW telah diatur dalam UU tentang merek dan indikasi geografis. Namun, dia mengatakan bahwa aturan tersebut tidak mengatur tentang end user atau konsumen yang membeli barang KW.

“Pembelian barang KW oleh end user lebih pada tanggungjawab sebagai konsumen dalam menghargai hak kekayaan intelektual,” tutur Agus.

Dalam konteks pejabat yang mengaku membeli barang KW, Agus mengatakan, hal tersebut lebih bersifat pelanggaran sosial terhadap ketidakpatutan sebagai sosok yang menjadi contoh publik.

Produsen barang KW bisa dikenai sanksi pidana. Sebaliknya, Agus menyampaikan bahwa aturan mengenai penggunaan barang KW itu mengarah kepada pelaku usaha atau produsen yang mencuri hak kekayaan intelektual.

“Itupun bisa ditindaklanjuti jika ada laporan dari si pemilik dagang yang dipalsukan,” ucap Agus.

Begitu juga yang diungkapkan oleh pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar.

“Yang punya sifat melawan hukum itu jika produksi barang KW dengan merek yang sama oleh produsen lain,” katanya, Rabu (29/3/2023).

Dengan kata lain, aktivitas ini memiliki pelanggaran penggunaan merek dagang sehingga bisa diproses pidana maupun perdata. Menurut Fickar, transaksi barang KW dibedakan menjadi dua macam, yaitu barang KW yang diproduksi oleh produsen itu sendiri dan barang KW yang diproduksi oleh produsen perusahaan lain.

Adapun jika barang KW diproduksi oleh produsen aslinya, maka tidak ada konsekuensi apa pun.

“Hanya bisa jadi penipuan jika barang KW dijual sebagai barang asli,” katanya.

sumber: kompas.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

42 − 38 =