Selasa, 19 Januari 2021

Pakar Hukum Udara Universitas Tarumanagara (Untar) Prof. Dr. Martono. (DOK.Untar)

kartikanews.com — Indonesia kembali berduka karena jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 di sekitar Kepulauan Seribu pada, Sabtu (9/1/2021).

Dari informasi terbaru yang disampaikan Humas PT Jasa Raharja Aryo Wahyadi Kusuma saat jumpa pers di RS Polri, Senin (18/1/2021), kini sudah ada 25 ahli waris masing-masing korban yang menerima santunan dari PT Jasa Raharja.

“Santunan yang diserahkan kepada ahli waris bisa diselesaikan kurang dari 24 jam. Tentu setelah identifikasi yang disampaikan tim DVI Polri,” ujar Aryo.

Adapun dana santunan korban Sriwijaya yang diberikan Jasa Raharja mengacu dari Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 15 Tahun 2017. Isinya tentang Besar Santunan Dan Iuran Wajib Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Alat Angkutan Penumpang Umum Di Darat, Sungai/Danau, Feri/Penyeberangan, Laut, dan Udara.

Untuk besaran santunan yang diserahkan kepada setiap ahli waris berhak menerima sebesar Rp 50 juta.

Dasar hukum pemberian santunan

Terkait hal itu, Pakar Hukum Udara Universitas Tarumanagara (Untar) Prof. Dr. Martono, S.H., LL.M., McSc., CLA memberikan penjelasan. Dari aspek hukum, Prof. Martono menjelaskan, dasar hukum untuk santunan penumpang meninggal dunia diberikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009.

Dengan jumlah kompensasi ditentukan (dibatasi) oleh peraturan Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011. Menurut keputusan tersebut penumpang yang meninggal dunia memperoleh kompensasi sebesar Rp 1,25 miliar.

Di samping kompensasi berdasarkan Undang-Undang RI No.1 Tahun 2009 tersebut, penumpang yang meninggal dunia juga dapat memperoleh santunan Asuransi Wajib Dana Kecelakaan Pesawat Udara berdasarkan UURI No.33 Tahun 1964.

Adapun besarnya ditentukan oleh surat keputusan Menteri Keuangan terakhir sebesar Rp 50 juta bagi penumpang yang mempunyai tiket.

“Ada pula santunan dari UURI No.2 Tahun 1992 bilamana penumpang membeli asuransi sukarela,” ujarnya dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Senin (18/1/2021).

Santunan sebagai kompensasi

Hanya saja, berdasarkan Pasal 151 ayat (4) UURI No.1 Tahun 2009, pengangkut yang mengangkut penumpang tanpa tiket, pengangkut atau dalam hal ini maskapai penerbangan, tidak berhak menggunakan batas tanggung jawab yang diatur dalam Peraturan Menteri 77 Tahun 2011. Itu artinya pengangkut dapat digugat jumlah santunan tidak terbatas (unlimited liability).

“Santunan merupakan kompensasi dan bukan ganti rugi. Santunan diberikan bukan sebagai ganti nyawa yang hilang, tetapi agar keluarga yang ditinggalkan dapat tetap memenuhi kebutuhan hidup, terutama jika korban merupakan tulang punggung keluarga,” jelasnya.

Lebih lanjut, Prof. Martono menjelaskan terkait asal kata ganti rugi diganti dengan istilah santunan.

“Istilah ini diganti, karena di Indonesia terkesan nyawa kok diberi ganti rugi seperti barang saja, oleh karena itu diganti santunan,” katanya.

Dikatakan demikian karena mempunyai makna ikut serta merasakan kesulitan atau penderitaan orang lain yang sedang mengalami kesusahan.

sumber: kompas.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

31 + = 35